Pariwisata di Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu sektor yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Sebab, daerah ini memiliki banyak obyek wisata yang sangat menarik, baik berupa wisata sejarah, wisata budaya, maupun wisata agro.
Di antara sekian banyak itu, wisata sejarah di dataran tinggi Dieng tetaplah menjadi primadona bagi Wonosobo. Nama Dieng sendiri menurut salah satu versi berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu di yang berarti "tempat yang tinggi" atau "gunung", dan hyang dari kata khayangan yang artinya tempat para dewa-dewi. Maka Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa-dewi bersemayam.
Menurut versi lain, nama Dieng berasal dari bahasa Jawa; yaitu adi yang berarti indah, dan aeng yang berarti aneh. Jadi, Dieng berarti tempat yang indah dan penuh dengan keanehan.
Terlepas dari asal usul katanya, Dieng memang menyajikan pesona alam yang luar biasa. Di atas gunung, terdapat komplek candi. Dieng merupakan sebuah desa di wilayah Kecamatan Kejajar dan berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara. Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah utara kota Wonosobo. Jalannya berbelok-belok dan menanjak, yang diwarnai aneka tanaman sayuran di kanan kiri jalan.
Seperti pegunungan lainnya, suhu udara di Dieng sangat dingin, bisa mencapai 15 derajat C di siang hari, dan 10 derajat di malam hari. Di kawasan ini banyak terdapat kawah aktif. Dari kejauhan, kawasan Dieng tampak seperti puncak gunung yang patah sehingga menyisakan dataran dengan banyak kawah. Itulah sebabnya Dieng dinamai Plateau yang berarti dataran di atas pegunungan.
Dataran tinggi Dieng merupakan salah satu kawasan pariwisata andalan Kabupaten Wonosobo. Di tempat ini terdapat berbagai obyek wisata, terdiri atas obyek-obyek wisata alam dan budaya berupa peninggalan masa lampau berupa candi-candi dan benda-benda arkeologi lainnya.
Dieng Plateau dikelola oleh dua kabupaten, yaitu Wonosobo dan Banjarnegara. Garis batas pemisah antara keduanya tepat membelah Dieng Plateau. Karena itu, obyek-obyek yang ada di sana juga terbagi dua—ada yang masuk ke wilayah Wonosobo, dan ada yang masuk wilayah Banjarnegara.
Karena kondisi geografisnya yang sedemikian rupa, Dieng Plateau lebih mudah dijangkau dari Wonosobo. Terlebih lagi, kemungkinan besar arah wisatawan lebih banyak dari timur, seperti Semarang, Magelang, ataupun Yogyakarta. Oleh sebab itu, untuk mencapai Dieng, wisatawan hanya tinggal menuju ke utara, yang jaraknya kira-kira hanya 26 km.
Kawasan Dieng Plateau merupakan area gunung yang masih aktif. Di sini terdapat banyak kawah yang setiap saat mendidih dan mengeluarkan asap putih tebal dengan aroma khas belerang. Salah satu yang terkenal yaitu kawah Sikidang. Selain itu, ada kawah Candradimuka dan Sileri. Kawah-kawah tersebut, di samping sebagai tempat wisata, juga digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
Untuk menjangkau obyek-obyek utama di Dieng Plateau, dapat ditempuh dengan jalan kaki. Sambil jalan-jalan, wisatawan dapat melihat bekas-bekas peninggalan masa lalu dan kekuatan alam, berupa bukit-bukit yang merupakan gunung berapi aktif.
Untuk memudahkan wisatawan memperoleh gambaran lengkap mengenai obyek wisata di Wonosobo, di kawasan ini juga dibangun Dieng Plateau Theater (DPT). DPT merupakan sarana wisata berupa bioskop yang materinya berupa informasi peristiwa alam Dieng, seperti peristiwa Sinila tahun 1979. Sarana ini digagas oleh Gubernur Jawa Tengah kala itu, H. Mardiyanto.
Kapasitas tempat duduknya sebanyak 100 kursi. Di sekitarnya dilengkapi dengan taman dan tempat untuk bersantai. Dari sana, tampak rangkaian pegunungan, seperti Gunung Prahu, Juranggrawah, Pangonan, Sipandu, Nagasari, Pangamun-amun, dan Gajah Mungkur.
Sarana tersebut cocok sekali bagi wisatawan yang ingin mengetahui peristiwa alam di Dieng dan budaya masyarakat sekitarnya. Sebagai tujuan wisata bagi para pelajar juga sangat baik. Selama ini DPT terbukti mampu memberikan nuansa wisata alam dan pendidikan bagi pengunjungnya.
Sebelum sampai di dataran tinggi Dieng, wisatawan dapat melepas lelah di gardu pandang, pada ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut. Dari atas gardu pandang, kita dapat menikmati pemandangan yang sangat indah, dan di pagi hari dapat pula melihat matahari terbit dengan cahaya keemasan atau dengan istilah golden sunrise. Dari sini perjalanan dapat dilanjutkan menuju dataran tinggi Dieng untuk menyaksikan terbitnya matahari yang kedua dengan cahaya yang keperak-perakan (silver sunrise).
Candi –candi di Dieng
Candi-candi yang berada di Dieng dibangun sebagai tempat pemujaan bagi dewa Siwa dan Sakti Siwa, merupakan peninggalan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu- Siwa. Candi-candi di daerah ini letaknya tersebar, namun ada satu kelompok yang berjumlah lima candi. Kelompok ini dinamai Candi Pendawa, yang terdiri atas Candi Semar, Arjuna, Srikandi, Sembadra, dan Puntadewa. Tidak jauh dari Candi Pendawa, tampak Candi Gatutkaca yang terletak di atas bukit Pangonan.
Sedangkan Candi Dwarawati terletak di kaki Gunung Perahu. Ada juga Candi Bima, terbesar di kawasan ini. Kalau Candi Pendawa terletak di tengah dataran yang luas, candi-candi lain agak saling berjauhan. Letaknya terpisah, dan di sekitarnya dikelilingi pepohonan, terutama akasia.
Tak jauh dari Candi Dieng, terdapat Telaga Warna. Dinamakan demikian karena telaga tersebut memantulkan aneka warna yang indah. Di sampingnya terdapat Telaga Cermin yang sesekali memantulkan cahaya berkilauan. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh kandungan mineral di dalamnya. Memang telaga-telaga tersebut terletak tidak jauh dari beberapa kawah yang mengeluarkan bahan-bahan mineral dari dalam bumi. Namun, pantulan warna ini tidak selalu nampak, apalagi ketika cuaca redup—meskipun begitu, pemandangan dan suasana di tempat ini tidak akan pernah ditemui di tempat lain.
Di tepi Telaga Warna terdapat beberapa gua kecil. Salah satu di antaranya adalah Gua Semar. Panjangnya sekitar empat meter dengan dinding batu, dan dapat digunakan untuk bermeditasi. Ada gua lain di sampingnya, yaitu Gua Sumur dan Gua Jaran. Di dalam Gua Sumur terdapat sumber air suci yang disebut Tirta Prawitasari. Di lokasi inilah umat Hindu biasanya mengadakan upacara ritual yang disebut Muspe atau Mubakti. Di samping gua-gua kecil tersebut, juga terdapat kawah Sikendang. Dinamai demikian karena kadang-kadang mengeluarkan bunyi seperti kendang.
Selain Dieng, Wonosobo masih memiliki obyek-obyek wisata lain, seperti obyek wisata alam, wisata budaya, wisata agro, dan sebagainya. Untuk wisata alam, Wonosobo memiliki Agro Wisata Tambi yang terhampar luas di lereng Gunung Sindoro, dengan ketinggian 1.200 – 2.000 meter di atas permukaan laut. Suhu udara rata-rata minimal 15 derajat C, dan suhu maksimal 24 derajat C.
Agrowisata ini dikelola oleh perusahaan swasta, PT Tambi, yang mengelola tiga unit perkebunan di Bedakah, Tanjungsari, dan Desa Tambi; seluas 829 hektar. Kawasan ini dilengkapi fasilitas pondok wisata, kolam pemancingan, lapangan tenis, taman bermain, kebun, dan parik teh. ”Agrowisata Tambi menjadi pilihan bagi wisatawan untuk rekreasi. Wisatawan yang ingin ke Gunung Dieng, menginapnya di Agrowisata Tambi. Kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh,” kata Bambang, pengelola agrowisata Tambi.
Wisatawan yang mengunjungi Tambi akan diajak berkeliling menelusuri jalan di kebun teh, berolahraga sambil menikmati pemandangan, juga mendapat penjelasan mengenai agronomi, pengolahan dan pemasaran. Bagi pengunjung yang ingin bermalam juga disediakan pondok wisata dengan fasilitas yang cukup memuaskan.
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, ke depan pembangunan sektor pariwisata ini dapat lebih diprioritaskan dan dikembangkan, sehingga memperkuat posisi Kabupaten Wonosobo sebagai daerah tujuan wisata yang berskala nasional maupun internasional.
Beraneka ragamnya obyek wisata di Wonosobo tentu berimbas pula pada makin tumbuh suburnya industri penunjang. Pelaku usaha penunjang pariwisata di Kabupaten Wonosobo meliputi usaha perhotelan, restoran, dan rumah makan. Untuk penginapan, sebagian besar hotel tersebut terletak di dalam kota Wonosobo. Dengan demikian, ketika menginap di hotel tersebut, wisatawan dapat menikmati suasana kota Wonosobo sambil jalan-jalan.
Di antara sekian banyak itu, wisata sejarah di dataran tinggi Dieng tetaplah menjadi primadona bagi Wonosobo. Nama Dieng sendiri menurut salah satu versi berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu di yang berarti "tempat yang tinggi" atau "gunung", dan hyang dari kata khayangan yang artinya tempat para dewa-dewi. Maka Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa-dewi bersemayam.
Menurut versi lain, nama Dieng berasal dari bahasa Jawa; yaitu adi yang berarti indah, dan aeng yang berarti aneh. Jadi, Dieng berarti tempat yang indah dan penuh dengan keanehan.
Terlepas dari asal usul katanya, Dieng memang menyajikan pesona alam yang luar biasa. Di atas gunung, terdapat komplek candi. Dieng merupakan sebuah desa di wilayah Kecamatan Kejajar dan berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara. Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah utara kota Wonosobo. Jalannya berbelok-belok dan menanjak, yang diwarnai aneka tanaman sayuran di kanan kiri jalan.
Seperti pegunungan lainnya, suhu udara di Dieng sangat dingin, bisa mencapai 15 derajat C di siang hari, dan 10 derajat di malam hari. Di kawasan ini banyak terdapat kawah aktif. Dari kejauhan, kawasan Dieng tampak seperti puncak gunung yang patah sehingga menyisakan dataran dengan banyak kawah. Itulah sebabnya Dieng dinamai Plateau yang berarti dataran di atas pegunungan.
Dataran tinggi Dieng merupakan salah satu kawasan pariwisata andalan Kabupaten Wonosobo. Di tempat ini terdapat berbagai obyek wisata, terdiri atas obyek-obyek wisata alam dan budaya berupa peninggalan masa lampau berupa candi-candi dan benda-benda arkeologi lainnya.
Dieng Plateau dikelola oleh dua kabupaten, yaitu Wonosobo dan Banjarnegara. Garis batas pemisah antara keduanya tepat membelah Dieng Plateau. Karena itu, obyek-obyek yang ada di sana juga terbagi dua—ada yang masuk ke wilayah Wonosobo, dan ada yang masuk wilayah Banjarnegara.
Karena kondisi geografisnya yang sedemikian rupa, Dieng Plateau lebih mudah dijangkau dari Wonosobo. Terlebih lagi, kemungkinan besar arah wisatawan lebih banyak dari timur, seperti Semarang, Magelang, ataupun Yogyakarta. Oleh sebab itu, untuk mencapai Dieng, wisatawan hanya tinggal menuju ke utara, yang jaraknya kira-kira hanya 26 km.
Kawasan Dieng Plateau merupakan area gunung yang masih aktif. Di sini terdapat banyak kawah yang setiap saat mendidih dan mengeluarkan asap putih tebal dengan aroma khas belerang. Salah satu yang terkenal yaitu kawah Sikidang. Selain itu, ada kawah Candradimuka dan Sileri. Kawah-kawah tersebut, di samping sebagai tempat wisata, juga digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
Untuk menjangkau obyek-obyek utama di Dieng Plateau, dapat ditempuh dengan jalan kaki. Sambil jalan-jalan, wisatawan dapat melihat bekas-bekas peninggalan masa lalu dan kekuatan alam, berupa bukit-bukit yang merupakan gunung berapi aktif.
Untuk memudahkan wisatawan memperoleh gambaran lengkap mengenai obyek wisata di Wonosobo, di kawasan ini juga dibangun Dieng Plateau Theater (DPT). DPT merupakan sarana wisata berupa bioskop yang materinya berupa informasi peristiwa alam Dieng, seperti peristiwa Sinila tahun 1979. Sarana ini digagas oleh Gubernur Jawa Tengah kala itu, H. Mardiyanto.
Kapasitas tempat duduknya sebanyak 100 kursi. Di sekitarnya dilengkapi dengan taman dan tempat untuk bersantai. Dari sana, tampak rangkaian pegunungan, seperti Gunung Prahu, Juranggrawah, Pangonan, Sipandu, Nagasari, Pangamun-amun, dan Gajah Mungkur.
Sarana tersebut cocok sekali bagi wisatawan yang ingin mengetahui peristiwa alam di Dieng dan budaya masyarakat sekitarnya. Sebagai tujuan wisata bagi para pelajar juga sangat baik. Selama ini DPT terbukti mampu memberikan nuansa wisata alam dan pendidikan bagi pengunjungnya.
Sebelum sampai di dataran tinggi Dieng, wisatawan dapat melepas lelah di gardu pandang, pada ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut. Dari atas gardu pandang, kita dapat menikmati pemandangan yang sangat indah, dan di pagi hari dapat pula melihat matahari terbit dengan cahaya keemasan atau dengan istilah golden sunrise. Dari sini perjalanan dapat dilanjutkan menuju dataran tinggi Dieng untuk menyaksikan terbitnya matahari yang kedua dengan cahaya yang keperak-perakan (silver sunrise).
Candi –candi di Dieng
Candi-candi yang berada di Dieng dibangun sebagai tempat pemujaan bagi dewa Siwa dan Sakti Siwa, merupakan peninggalan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu- Siwa. Candi-candi di daerah ini letaknya tersebar, namun ada satu kelompok yang berjumlah lima candi. Kelompok ini dinamai Candi Pendawa, yang terdiri atas Candi Semar, Arjuna, Srikandi, Sembadra, dan Puntadewa. Tidak jauh dari Candi Pendawa, tampak Candi Gatutkaca yang terletak di atas bukit Pangonan.
Sedangkan Candi Dwarawati terletak di kaki Gunung Perahu. Ada juga Candi Bima, terbesar di kawasan ini. Kalau Candi Pendawa terletak di tengah dataran yang luas, candi-candi lain agak saling berjauhan. Letaknya terpisah, dan di sekitarnya dikelilingi pepohonan, terutama akasia.
Tak jauh dari Candi Dieng, terdapat Telaga Warna. Dinamakan demikian karena telaga tersebut memantulkan aneka warna yang indah. Di sampingnya terdapat Telaga Cermin yang sesekali memantulkan cahaya berkilauan. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh kandungan mineral di dalamnya. Memang telaga-telaga tersebut terletak tidak jauh dari beberapa kawah yang mengeluarkan bahan-bahan mineral dari dalam bumi. Namun, pantulan warna ini tidak selalu nampak, apalagi ketika cuaca redup—meskipun begitu, pemandangan dan suasana di tempat ini tidak akan pernah ditemui di tempat lain.
Di tepi Telaga Warna terdapat beberapa gua kecil. Salah satu di antaranya adalah Gua Semar. Panjangnya sekitar empat meter dengan dinding batu, dan dapat digunakan untuk bermeditasi. Ada gua lain di sampingnya, yaitu Gua Sumur dan Gua Jaran. Di dalam Gua Sumur terdapat sumber air suci yang disebut Tirta Prawitasari. Di lokasi inilah umat Hindu biasanya mengadakan upacara ritual yang disebut Muspe atau Mubakti. Di samping gua-gua kecil tersebut, juga terdapat kawah Sikendang. Dinamai demikian karena kadang-kadang mengeluarkan bunyi seperti kendang.
Selain Dieng, Wonosobo masih memiliki obyek-obyek wisata lain, seperti obyek wisata alam, wisata budaya, wisata agro, dan sebagainya. Untuk wisata alam, Wonosobo memiliki Agro Wisata Tambi yang terhampar luas di lereng Gunung Sindoro, dengan ketinggian 1.200 – 2.000 meter di atas permukaan laut. Suhu udara rata-rata minimal 15 derajat C, dan suhu maksimal 24 derajat C.
Agrowisata ini dikelola oleh perusahaan swasta, PT Tambi, yang mengelola tiga unit perkebunan di Bedakah, Tanjungsari, dan Desa Tambi; seluas 829 hektar. Kawasan ini dilengkapi fasilitas pondok wisata, kolam pemancingan, lapangan tenis, taman bermain, kebun, dan parik teh. ”Agrowisata Tambi menjadi pilihan bagi wisatawan untuk rekreasi. Wisatawan yang ingin ke Gunung Dieng, menginapnya di Agrowisata Tambi. Kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh,” kata Bambang, pengelola agrowisata Tambi.
Wisatawan yang mengunjungi Tambi akan diajak berkeliling menelusuri jalan di kebun teh, berolahraga sambil menikmati pemandangan, juga mendapat penjelasan mengenai agronomi, pengolahan dan pemasaran. Bagi pengunjung yang ingin bermalam juga disediakan pondok wisata dengan fasilitas yang cukup memuaskan.
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, ke depan pembangunan sektor pariwisata ini dapat lebih diprioritaskan dan dikembangkan, sehingga memperkuat posisi Kabupaten Wonosobo sebagai daerah tujuan wisata yang berskala nasional maupun internasional.
Beraneka ragamnya obyek wisata di Wonosobo tentu berimbas pula pada makin tumbuh suburnya industri penunjang. Pelaku usaha penunjang pariwisata di Kabupaten Wonosobo meliputi usaha perhotelan, restoran, dan rumah makan. Untuk penginapan, sebagian besar hotel tersebut terletak di dalam kota Wonosobo. Dengan demikian, ketika menginap di hotel tersebut, wisatawan dapat menikmati suasana kota Wonosobo sambil jalan-jalan.
Dengan rata-rata jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Wisata Dieng tiap tahunnya adalah 81.260 orang, yang terdiri 12.029 wisatawan manca dan 70.051 wisatawan dalam negeri, namun kebanyakan kunjungan tersebut hanya bersifat wisata singkat, tanpa disertai menginap. Hal ini disebabkan karena minimnya fasilitas penunjang daya tarik pariwisata (amenitas), terutama penginapan yang representatif.
Sumber : http://www.wonosobokab.go.id
0 comments:
Post a Comment